asal usul nama sungai tutung
Asal Usul Nama Daerah Sungai Tutung
Sungai Tutung
Pada masa dahulu ada sebuah hutan belantara, di sana belum terlihat
tanda-tanda kehidupan. Kemudian, datanglah seorang pemuda dari pulau
Jawa tepatnya dari kerajaan Mataram yang bernama Tublawo. Di dalam
perjalanannya yang menyusuri hutan belantara, ia sempat singgah di
Pagaruyung. Setelah itu, ia terus menyusuri hutan yang memebawanya
sampai ke alam yang bernama Kerinci. setelah menginjakkan kaki di
Kerinci, ia kemuadian melihat ada pancaran cahaya yang sangat terang
seperti kilat, sehingga membuatnya tertarik untuk mengikuti arah cahaya
tersebut. Rasa penasarannya terhadap cahaya itu membuat Tublawo sampai
ke bagian kecil daerah yang ada di Kerinci, yaitu tepatnya di Sungai
Tutung. Sesampainya Tublawo di Sungai Tutung, ia menemukan seekor rusa.
Kemudian rusa itu dijadikannya sebagai pengisi perut untuk mengusir rasa
lapar yang ada dalam dirinya dikarenakan lelah telah berjalan menyusuri
hutan belantara itu. Karena keadaan itu ia memutuskan untuk
beristirahat dan tinggal sementara waktu di tempat tersebut.
Setelah tinggal beberapa waktu di daerah Sungai Tutung, pemuda yang
bernama Tublawo berjalan menyusuri sekitar tempat itu. Kemudian. ia
bertemu dengan Sri Bungo Padi dan Dayang Indah Bungo Alam. Berawal dari
pertemuan itu, lalu ia memutuskan untuk menikah dengan Sri Bungo Padi
dan Dayang Indah Bungo Alam.
Setelah
pernikahan, lalu ia menurunkan keturunan-keturunannya. Pada waktu itu
ia tinggal di daerah yang bernama koto tinggi, di pinggiran sungai. Di
daerah tempat tinggalnya di pinggiran sungai tersebut ditumbuhi oleh
bambu betung. Oleh karena itu, dahulu Sungai Tutung disebut dengan nama
“Sungai Betung”. Setelah beberapa lama seiring dengan perkembangan
penduduk terbentuklah sebuah dusun dan kemudian berkembang menjadi desa.
Sejak berdirinya desa maka daerah yang banyak ditumbuhi bambu betung
ini dinamakanlah dengan Sungai Tutung.
Setelah lama tinggal di daerah Sungai Tutung, Tublawo dijuluki dengan
nama “Nek Ji/Nek Keramah (keramat)”, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
“Nek Ji”, sampai saat ini nama “Nek Ji” masih populer dan namanya masih
sering didengar. Dinamakan “Nek Ji” karena ia bisa pulang pergi ke
Makkah dalam waktu yang sangat singkat yaitu tidak sampai sehari.
Misalnya, ia salat Jumat di Makkah dan salat asar di Sungai Tutung. Maka
dari itulah Tublawo di sebut dengan nama “Nek Ji”.
Setelah perkembangan anak cucunya, ia kemudian mengangkat anak cucunya itu menjadi pimpinan yang disebut dengan depati dan ninik mamak untuk memimpin dan mengatur anak cucunya masing-masing.Depati dan ninik mamak tersebut
berkumpul untuk “bersatu sepucuk ke atas seurat ke bawah” yang artinya
berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Kumpulan tersebut dinamakan
dengan empat luhah permenti nan bertujuh. Sampai sekarang tetap disebut dengan empat luhah permenti nan bertujuh.
Menurut informan, luhah permenti nan bertujuh terdiri dari berbagai luhah, yaitu, luhah rajo mudo; luhah sko brajo; luhah depati mudo; dan luhah depati riang. empat luhah permenti nan bertujuh sudah
ada sekitar 600 tahun yang lalu. Informan mendengar ceita ini
berdasarkan keterangan lisan dari dahulu, namun informan juga mengatakan
bahwa cerita yang lebih jelas didengarnya dari sang ayah yang saat itu
merupakan ketua adat daerah Sungai Tutung.
Saya
sebagai pengumpul, mengklasifikasikan asal usul Sungai Tutung ini ke
dalam legenda, karena cerita ini dipercayai masyarakat setempat dan
dianggap benar-benar terjadi. Dari cerita ini terlihat bahwa “Nek Ji”
merupakan orang pertama yang mengemukakan istilah Sungai Betung yang sekarang disebut dengan nama Sungai Tutung. Sebagai bukti, sampai sekarang dapat dilihat bahwa adanya peninggalan sejarah yang dinamakan dengan pusaka atau pasko oleh masyarakat setempat yang terletak di rumah gedang yang berusia sekitar 600 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar